Ngimpi jadi dokter mah iya mungkin,
A : Yah lagi males aja maenan gerobak sampah terus dari kemarin #sok
Apa hubungan stetoskop ama tukang sampah? GA ADA, yak betul ga nyambung sama sekali.
Sebagai tukang sampah yang bertalenta luar biasa, alhamdulillah saya diberi beberapa bakat yang diturunkan dari ibuk, bapak, ama mbak-mbak saya. Ibuk ama bapak itu guru, mbak pertama apoteker, mbak kedua perawat dan saya sendiri adalah seorang petani yang menjadi tukang sampah.
Kemarin sore, menjelang maghrib,
Ibuk : Mas, ibuk mbok tolong ditensi.
Saya : Tensine pundi?
Ibuk : Kuwi ning kursi
Saya : Eh iyo, riki tangan sing kiwo
Saat itu, TV menyala dengan volume seperti biasa, adzan maghrib baru saja berkumandang. Saya pasang tensimeter punya mbak saya dan masang stetoskop dilubang telinga.
Tensimeter dan stetoskop adalah kombinasi yang harus dibentuk untuk mengukur tensi seseorang. Sabuk tensimeter dilingkarkan di lengan tangan, di atas sendi antara tulang hasta dan tulang lengan. Tidak perlu terlalu kencang, soalnya stetoskop dimasukkan di dalam lengan tang tersabuki dan harus menempel dengan kulit. Kalo udah nempel, stetoskop bener-bener ga bisa ngedenger suara yang jaraknya jauh, soalnya kalo ditempelin ke kulit aja yang kedengeran cuma kresek-kresek tangan yang gerak ama denyut nadi yang dipake buat deteksi tensi darah.
Volume sinetron yang diputer di TV udah samar-samar, then suddenly, suara adzan yang berkumandang terdengar di stetoskop saya. Bayangkan jarak rumah ke mushola terdekat (yang lagi adzan) sekitar 100an meter, TV yang sedang nyala cuma 2 meter dari tempat saya duduk mengukur tensi ibuk. Perbandingan suara yang saya dengar, volume sinetron masih samar-samar, suara adzan yang tadi pas masang stetoskop ga kedengeran tiba-tiba pas udah kepasang jadi tembah jelas terdengar di stetoskop. Subhanallah, panggilan ummat Islam untuk melaksanakan sholat terdengar jelas saat saya mengukur tensi dengan stetoskop dan tensimeter. Panggilan yang tidak akan pernah berhenti berkumandang di Dunia ciptaan Alloh Swt ini karena ketika suatu wilayah sudah melantunkan adzan, maka didaerah lain sudah bersiap melantunkan adzan bahkan ada yang mengumandangkan adzan untuk waktu sholat selanjutnya.
Tapi apa yang terjadi? Saya takjub, namun tidak ada reaksi yang signifikan pada saya. Bayangkan saja, mushola yang jaraknya hanya 100 meter saja tidak saya datangi, malah memilih sholat sendiri di rumah, telat pula, astagfirullah. Mungkin ini pelajaran bagi kita semua, Adzan selalu berkumandang, namun yang terjadi kita masih sibuk dengan urusan dunia saja, bukankah kita harus bersegera meninggalkan urusan dunia dan menuju ke tempat ibadah? Mari perbaiki diri kita mulai sekarang, Jangan lupa SHOLAT yaa.
nyampah (lagi) di rumah, diantara hari libur, dan kurang kerjaan
wew.....
BalasHapusmakasih dah berbagi ini. sebuah fakta yang menyejukkan hati. tulisan yang seperti cambuk buat saya.....
nice....
so do i, thanks udah mampir :)
BalasHapussepakat ma mas rido, fakta yg menyejukkan hati.
BalasHapussalam kenal.. salam bloofers.. :p
nice post :)
BalasHapusditunggu kunjungan baliknya yaah ,