17 Juni 2015

Belanda (6. To The Conference, Wageningen)

Masih di hotel unik Landgoed de Scheleberg. Hotel sepi, entah hotelnya terlalu asyik atau terlalu jauh dari peradaban atau emang khasnya Eropah kayak gitu sepinya. Kami bertiga akhirnya memutuskan untuk pisah jalan. Eka dan Ryan berangkat duluan via bus, entah jalan besarnya dimana. Aku yg ngurus bayar penginapan yang udah dibooking. Sepakat kalau cukup semalem aja di sini, terlalu jauh dari peradaban. Nunggu sampe office buka dingin-dinginan, harap-harap cemas nunggu orang bule belanda yang kerja di FO nya. Sambil nunggu bapak-bapak loper koran ngirim koran ke kotak penginapan disusul bapak-bapak jogging bawa anjing, cukup disenyumin dan disapa good morning aja, bingung mau ngajak bahas apaan.
Uang iuran yg disepakati adalah 90 euro buat patungan bayar penginapan yg dipesen kurang lebih 6 hari. Iseng nglirik di jendela ternyata ada print invoice tagihan yang harus dibayar, total booking beserta kelengkapan fasilitas jadi total 380 euro, huaaaaa, harus ninggal apaan ini di Belanda? Mosok ya harus jadi tukang cuci piring di Belanda? Eh maaf itu td patungannya bukan 90 euro, kurang dari 90 lupa berapa. Akhirnya madam FO nya datang, dispeak lah dikit-dikit. Agak lama pake muka melas boleh enggak bookingnya dicancel dan cuma bayar buat nginep semalem aja, padahal belum jelas mau nginep dimana habis conference. Dan ternyata bener total tagihan 380 euro dan ga bisa dicancel bookingnya. Alhasil semua uang keluar dan cuma ada 270 euro (nah ini akhirnya patungannya jadi 90 euro per kepala kita). Sambil pake muka melas dan bingung akhirnya ditelponin lagi ke atasannya, sebelumnya udah telpon buat nego cancel booking dan ga bisa. Telpon kedua akhirnya boleh cuma bayar 270 euro nanti kekurangannya diurus ke booking.com, tempat booking hotelnya. Uang di amplop tinggal berapa euro lupa dan 44 dollar amerika. Dengan agak melas lagi minta tukar uang koin buat beli tiket kereta api. Tiketnya bisa bayar pake credit card atau uang koin, harus bayar biaya tambahan 1 euro buat cetak tiket pula, kalo pake semacam e-money nya tgl tap aja. Padahal tanpa tiket pun bisa gratisan naik keretanya, kalo ga dicek, dan pas di Belanda cuma sekali aja dicek tiketnya sama kondektur. Yah berhasil lolos dari hotel di antah berantah yg sebenernya asyik ini di Lunteren dengan modal muka melas dan bahasa inggris sok-sokan.
Jalan lagi lah mbalik ke Stasiun Lunteren, asyik sih liwat tengah hutan, adhem pula, carrier bag di belakang, backpack di depan, berat pol, kedinginan, ilang di Belanda. Kalo di Indonesia jalannya mirip lah kayak masuk kampung cuma di Belanda uadhem aja pas mau masuk winter kebetulan. Sampe lah di Stasiun Lunteren, ke konter tiket yang mirip atm, masukin koin euro yang dituker tadi, 1 tiket menuju Ede-Wageningen. Anak ilang berhasil cuss menuju Wageningen. Eka-Ryan entah, ga bisa dikontak, maklum roaming sms aja 5000 rupiah per sms, modal wifi kereta aja sih. Sudah lah pasrah, janjian ketemu di WUR. Kereta hampir sampe Stasiun Ede-Wageningen keluarlah suara dengan logat khas Belanda, kira-kir artinya "pemberhentian berikutnya stasiun ede-wageningen". Alhamdulillah, udah pake jass lungsuran bapak lengkap sepatu formal selamat sampe di Ede, belum sampe Wageningen. Keluar dari kereta, keluar dari peron dan unexpected Eka-Ryan just arrived at Ede-Wageningen Station, mirip-mirip sinetron lah, bisa ketemu lagi, pas ketemu, huaaaa terharu.
Jadi setelah split dari hotel, Eka-Ryan nunggu bis di halte yang ada di jalan besar. Udah ada bis nya eh ga brenti. Akhirnya bikin tulisan "we are indonesian student, we need help" buat nyegat mobil numpang ke Ede-Wageningen, hasilnya masyaalloh ada orang Belanda yg pernah kerja di Jakarta nebengin mobil. Dan akhirnya ketemulah di stasiun tadi. Lanjut naik bis nomer 88, tiketnya 3 euro, mahal, tapi emang asyik sih bis nya. Menuju WUR di pelosok desa katanya.
WUR, IPB nya Belanda tempat conference kami. So much excited dg bentuk kampusnya yang keren, kita conference di gedung Forum.

Petualangan masih berlanjut . . .

Hijau

gerbang depannya hijau
tanaman di depan hijau
lantainya sedikit hijau
kursinya hijau, dirimu di sana
didepannya halaman hijau
mushola di pojokan hijau
gentengnya pun hijau
sore itu agak terik
kita berdua teduh di bawah pohon beringin, hijau

3 Juni 2015

Palem, Ulat dan Cinta

Hampir sepekan terlewat, tiba-tiba daun palem yang saya selamatkan dari mana dulu entah habis tak bersisa, hanya ada turahan tai ulat dan kepompong. Ah sial habis dimakan ulat. Siapa pula ini dateng tanpa pamitan langsung menghabiskan. Palemnya dulu saya temukan mulai berkecambah dan langsung saya ambil untuk ditanem di rumah. Maaf karena kemudian jarang terawat. Ya, palem adalah salah satu tanaman tangguh yg keren dan ekaotis. Lama tak terlihat ternyata sudah dipindah bapak di pojokan barisan pot bagian timur rumah, bersarang laba-laba. Dan kemarin tiba-tiba kandas sudah daunnya.
Kau habiskan daunnya dan berubah menjadi kupu-kupu cantik, bahkan tanpa pamitan langsung pergi saja kau, mirip cinta, tiba-tiba menghabiskan hati mu lalu menghilang dg sedikit bekas, sisanya hilang tanpa jejak.
Alhamdulillah semenjak kau habiskan, sang palem kembali tumbuh, primordia mulai menghijau dan daun mulai nampak. Hati yang mulai habis berangsur-angsur kembali menghijau. Kelak ketika sudah penuh dengan daun, sudikah kau kembali untuk ulat mu menghabisi daunnya lagi? Yah seperti itu cinta, tiba-tiba hatinya habis, meninggalkan sedikit bekas, tumbuh kembali untuk sekedar dihabiskan lagi, ironi.